Jumat, 15 Februari 2013

Botani Tumbuhan Tinggi

Gymnospermae adalah tumbuhan yang memiliki biji terbuka. Gymnospermae berasal dari bahasa Yunani, yaitu gymnos yang berarti telanjang dan sperma yang berarti biji, sehingga gymnospermae dapat diartikan sebagai tumbuhan berbiji terbuka.tumbuhan berbiji terbuka merupakan kelompok tumbuhan berbiji yang bijinya tidak terlindung dalam bakal buah (ovarium). Secara harfiah Gymnospermae berarti gym = telanjang dan spermae = tumbuhan yang menghasilkan biji. Pada tumbuhan berbunga (Angiospermae atau Magnoliphyta), biji atau bakal biji selalu terlindungi penuh oleh bakal buah sehingga tidak terlihat dari luar. Pada Gymnospermae, biji nampak (terekspos) langsung atau terletak di antara daun-daun penyusun strobilus atau runjung. Gymnospermae telah hidup di bumi sejak periode Devon (410-360 juta tahun yang lalu), sebelum era dinosaurus. Pada saat itu, Gymnospermae banyak diwakili oleh kelompok yang sekarang sudah punah dan kini menjadi batu bara : Pteridospermophyta (paku biji), Bennettophyta dan Cordaitophyta. Anggota-anggotanya yang lain dapat melanjutkan keturunannya hingga sekarang. Angiospermae yang ditemui sekarang dianggap sebagai penerus dari salah satu kelompok Gymnospermae purba yang telah punah (paku biji). Gymnospermae berasal dari Progymnospermae melalui proses evolusi biji. Hal tersebut dapat dilihat dari bukti-bukti morfologi yang ada. Selanjutnya Progymnospermae dianggap sebagai nenek moyang dari tumbuhan biji. Progymnospermae mempunyai karakteristik yang merupakan bentuk antara Trimerophyta dan tumbuhan berbiji. Meskipun kelompok ini menghasilkan spora, tetapi juga menghasilkan pertumbuhan xylem dan floem sekunder seperti pada Gymnospermae. Progymnospermae juga sudah mempunyai kambium berpembuluh yang bifasial yang mampu menghasilkan xilem dan floem sekunder. Kambium berpembuluh merupakan ciri khas dari tumbuhan berbiji. Salah satu contoh Progymnospermae adalah tipe Aneurophyton yang hidup pada jaman Devon, sudah menunjukkan system percabangan tiga dimensi dengan stelenya yang bertipe protostele. Contoh lainnya adalah tipe Archaeopteris yang juga hidup di jaman Devon. Kelompok ini dianggap lebih maju karena sudah menunjukkan adanya system percabangan lateral yang memipih pada satu bidang dan sudah mempunyai struktur yang dianggap sebagai daun. Batangnya mempunyai stele yang bertipe eustele yang menunjukkan adanya kekerabatan dengan tumbuhan berbiji yang sekarang.


Mengetahui dan memahami lebih jauh tentang Cuprassaceae dan peranannya dalam kehidupan manusia.



2.1 ciri-ciri
1. Daun bentuk sisik & tersusun berhadapan atau berseling; sisik dan braktea bersatu.
2. Tiap braktea (daun pelindung) dengan sejumlah biji kecil tanpa sayap.
3. Strobilus jantan dan betina dalam satu pohon, strobilus jantan berbentuk kerucut, strobilus betina berbentuk bulat, terletak aksilaris.
4. 
Penyerbukan & penyebaran biji dengan bantuan angin maupun  hewan.
5. 
Cotyledon banyak.
2.2 Morfologi dan anatomi
            Suku cuprassaceae merupakan tumbuhan perdu atau pohon-pohon, bercabang-cabang banyak, daun kebanyakan berbentuk sisik, jarang berbentuk jarum,  duduknya bersilang atau merupakan karangan yang terdiri atas 3 daun. Daun mempunyai saluran resin atau ruang resin. Tumbuhan ini biasanya berumah satu, jarang berumah dua. Strobilus jantan terminal pada ranting-ranting yang pendek, dapat juga di ketiak daun. Jumlah mikrosporofil tidak seberapa, duduknya bersilang atau merupakan karangan yang terdiri atas 3 sporofil, bertangkai pendek dengan sisik yang lebar dengan 2 sampai enam kantong sari. Serbuk sari tanpa gelembung udara, pada perkecambahan tidak membentuk sel-sel protalium.  Strobilus betina dengan 1 atau beberapa pasang sisik yang duduknya bersilang,  masing-masing dengan beberapa bakal biji di atasanya. Sisik-sisik itu sehabis penyerbukan dan mengayu, saling menutupi seperti susunan genting, atau seperti perisai dengan tepinya yang berdamping rapat . pada juniperus bakal biji berjumlah 1-3, letaknya terminal dan sehabis penyerbukan diselubungi oleh sisik-sisik yang menjadi berdaging. Lembaga mempunyai dua daun lembaga, jarang lebih. Suku ini terbagi atas 140jenis dengan 15 marga terutama di australia, Asia timur, dan amerika utara.
2.3 Perkembangbiakan
            Famili cuprassaceae memiliki strobilus yang berbentuk kerucut, ada dua macam, kerucut biji (kerucut betina) dan kerucut serbuk sari (kerucut jantan). Kerucut betina ketika mengalami penyerbukan disebut kerucut bakal biji. Kerucut jantan dapat tunggal atau muncul dalam bentuk kumpulan. Kerucut-kerucut tersebut biasanyakecil atau langsing dan kerap kali berwarna merah atau kuning. Kerucut jantan mekar berumur amat pendek, selama beberapa hari saja, setelah itu akan layu dan luruh segera setelah serbuk sari tersebar.
            Kerucut betina berkayu. Bergantung kepada jenisnya, ukuran kerucut sangat berfariasi, yaitu berkisar antara 1-60 cm. Pada genus tertentu misalnya Juniperus, terdapat kerucut betina yang telah sedemikian jauh mengalami modifikasi sehingga samaseklai mirip dengan buah buni.
Alat reproduksi jantan
            Kerucut jantan terdiri atas sumbu tengah yang merupakan tempet pertumbuhan yang mikrosporil dalam jumlah besar dan tersusun dalam pilihan yang rapat. Struktur mikrosporil ini sangat tereduksi dan berbentuk sisik. Setiap mikrosporil mengandung dua mikrosporangium yang memanjang dipermukaan bawah. Kerucut jantan biasanya mulai tampak pada permulaan musim penghujan atau musim semi, dan pada musim ini seluruh isi mikrosporangium terdeferensiasi menjadi sel-sel induk mikrospora. Sel-sel tersebut selanjutnya mengalami pembelahan reduksi, masing-masing membentuk empat mikrospora. Nukleus setiap spora sekarang mempunyai jumlah kromosom n dan mikrospora tersebut merupakan pembentuk sel pertama generasi gametofit jantan. Setiap mikrospora membentuk dinding tebal, yang terdiri atas lapisan dalam dan lapisan luar. Segera mikrospora memisahkan diri dan membesar. Dinding spora yangluar membesar pada kedua sisinya untuk membentuk sayap atau ruang udara.
            Mikrospora kemudian berkecambah pada saat masih di dalam mikrosporangium. Namun nukleus membagi diri, yang sudah pembelahan nukleus yang berikutnya, maka serbuk sari matang terbentuk. Serbuk sari ini terdiri atas gametofit jantan yang sangat tereduksi, hanya berkembang sebagian dan terkurung di dalam dinding mikrospora. Dua dari keempat sel yang sekarang merupakan bagian dari serbuk sari, disebut sel-sel protalium. Nukleus-nukleus sel tersebut segera mengalami degenerasi. Dan memipih serta memanjang. Kedua sel protalium akhirnya tereduksi menjadi satu atau dua lapisan sel pipih yang terdapat pada serbuk sari bagian atas. Sel-sel protalium ini merupakan struktur yang tidak berkembang sempurna dan terdapat sebagai satu-satunta sel vegetatif yang tertinggal pada generasi gametofit jantan. Kedua sel sisa itu merupakan sel generatif kecil dan sel tabung yang lebih besar. Jika serbuk sari menjadi matang, maka mikrosporangium melalui belahan memanjang dan butir-butir serbuk sari tersebar dengan perantara angin.
Alat reproduksi betina
            Kerucut betina terdiri atas sumbu tengah yang mengandung bakal biji. Setiap sisik di dukung oleh daun pelindung yang juga seperti sisik. Baik daun pelindung maupun sisik tumbuh membesar bersamaan dengan perkembangan kerucut, akan tetapi, sisik itu pada akhirnya menjadi beberapa kali lebih besar dari pada daun pelindungnya. Pada kerucut matang, daun pelindung yang terdapat di bagian bawah sisik ini tumbuh berlekatan dengan sisiknya. Sebaliknya dua bakal biji yang menghadap ke bawah tumbuh dan berkembang di permukaan sisik sebelah atas. Mikropil menghadap ke bawah dan mengarah ke sumbu kerucut. Semula sisik itu di anggap sebagai megasporofil.
            Setiap bakal biji terdiri dari integumen yang menyitari dan bersatu dengan megasporangium. Integumen dipeerpenjang sebagai tabung pendek di bawah megasporangium. Bagian yang merupakan lubang integumen ini disebut mikropil. Perpanjangan lebih lanjut integumen ini menghasilkan strukutr yang disebut lengan yang terdapat pada kedua sisi mikropil. Megasporangium mengandung satu sel induk megaspora yang besar, dan sel ini setelah meiosis, menghasilkan empat megaspora yang tersusun dalam barisan. Tiga megaspora luruh, sedang yang keempat, dan terjauh letaknya dari mikropil, merupakan megaspora yang berfungsi.
Penyerbukan dan pembuahan
            Serbuk sari dilepaskan selama jangka waktu beberapa hari saja. Masa penyebaran ini dapatr berlangsung setiap waktu selam permulaaan musim hujan ataupun akhir musim kemarau, bergantung kepada garis lintang tempat tumbuh dan jenisnya. Pada saat serbuk sari mulai tersebar, kerucut betina yang kecil tumbuh tegak pada ujung cabang dan terlihat sisik-sisiknya.
            Butir-butir serbuk sari melayang-layang menujuke bawah diantara sisik-sisik, hinggap pada bibir mikropil dan pada kedua sisi lengan mikropil. Sekresi cairan yang berasal dari megasporangium merembes ke bawah, mengisi saluran mikropil. Cairan ini, setelah bersentuhan dengan serbuk sari, segera menariknya, dan serbuk sari itu lalu diangkut ke atas menuju cekungan yang berbentuk piring ceper di bagian ujung megasporangium.  Sel-sel integumen pada kedua sisi mikropil akhirnya membengkak, kemudian menutupi mikropil yang berfungsi untuk melindungi serbuk sari agar tetap melekat pada megasporangium. Lengan mikropil menjadi layu, dan sisik berkembang sampai saling menekan dan menutup sesamanya.
            Serbuk sari berkecambah membentuk tabung sari yang menembus jaringan megasporangium. Nukleus tabung menempatkan diri di ujung tabung sari. Sel-sel terbagi atas sel tangkai dan sel tubuh, pada gilirannya sel tubuh terbagi lagi menjadi dua gametr jantan nonmotil, yaitu sperma.  Satu sperma melebur dengan telur, dan kesumua nukleus gametofit jantan sisanya menjadi hancur.
2.4 Klasifikasi famili Cuprassaceae
            Cuprassaceae terdiri atas 15 hingga 16 genus yang tersebar luas di dunia dan meliputi 140 spesies. Sebanyak 3 genus terbesar dalam jumlah spesiesnya yakni juniperus (70 sp), Callitris (20 sp), dan Cupressus (15 sp). Terdapat lima genus yang tumbuh di Indonesia, yaitu callitris, Thuja, Cupressus, Chamaeycyparis, dan Juniperus.
2.5  Manfaat Ekonomi Cupressaceae
1. Juniperus communis buuahnya dipakai untuk pembuatan minuman
2. Thuja giganiea, T.  Menghasilkan kayu bangunan
3. Cupressus funebris, digunakan pohon hias dan juga digunakan sebagai pohon natal.
4. Thuja orientalis, dikenal sebagai pohon kehidupan dari timur dan dapat ditanam sebagai tanaman pagar.;
 Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa family cuprassaceae merupakan tumbuhan perdu atau pohon-pohon, bercabang-cabang banyak, daun kebanyakan berbentuk sisik, jarang berbentuk jarum,  duduknya bersilang atau merupakan karangan yang terdiri atas 3 daun. Cuprassaceae terdiri atas 15 hingga 16 genus yang tersebar luas di dunia dan meliputi 140 spesies.



DAFTAR PUSTAKA

Moertolo, ali. Dkk. 2004. 
Tumbuhan Berbiji Tertutup dan tumbuhan paku . Malang: Universitas Negeri Malang.
Sudarmi, Siti. Dkk. 1986. Botani Umum 3. Bandung: Angkasa.
Tjitrosoepomo, gembong. 2004. Taksonomi tumbuhan (spermathophyta). Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

TEORI EVOLUSI


Evolusi (dalam kajian biologi) berarti perubahan pada sifat-sifat terwariskan suatu populasi organisme dari satu generasi ke generasi berikutnya. Perubahan-perubahan ini disebabkan oleh kombinasi tiga proses utama: variasi, reproduksi, dan seleksi. Sifat-sifat yang menjadi dasar evolusi ini dibawa oleh gen yang diwariskan kepada keturunan suatu makhluk hidup dan menjadi bervariasi dalam suatu populasi. Ketika organisme bereproduksi, keturunannya akan mempunyai sifat-sifat yang baru. Sifat baru dapat diperoleh dari perubahan gen akibat mutasi ataupun transfer gen antar populasi dan antar spesies. Pada spesies yangbereproduksi secara seksual, kombinasi gen yang baru juga dihasilkan oleh rekombinasi genetika, yang dapat meningkatkan variasi antara organisme. Evolusi terjadi ketika perbedaan-perbedaan terwariskan ini menjadi lebih umum atau langka dalam suatu populasi.
Evolusi didorong oleh dua mekanisme utama, yaitu seleksi alam dan hanyutan genetik. Seleksi alam merupakan sebuah proses yang menyebabkan sifat terwaris yang berguna untuk keberlangsungan hidup dan reproduksi organisme menjadi lebih umum dalam suatu populasi - dan sebaliknya, sifat yang merugikan menjadi lebih berkurang. Hal ini terjadi karena individu dengan sifat-sifat yang menguntungkan lebih berpeluang besar bereproduksi, sehingga lebih banyak individu pada generasi selanjutnya yang mewarisi sifat-sifat yang menguntungkan ini.[1][2] Setelah beberapa generasi, adaptasi terjadi melalui kombinasi perubahan kecil sifat yang terjadi secara terus menerus dan acak ini dengan seleksi alam.[3] Sementara itu, hanyutan genetik (Bahasa Inggris:Genetic Drift) merupakan sebuah proses bebas yang menghasilkan perubahan acak pada frekuensi sifat suatu populasi. Hanyutan genetik dihasilkan oleh probabilitas apakah suatu sifat akan diwariskan ketika suatu individu bertahan hidup dan bereproduksi.
Walaupun perubahan yang dihasilkan oleh hanyutan dan seleksi alam kecil, perubahan ini akan berakumulasi dan menyebabkan perubahan yang substansial pada organisme. Proses ini mencapai puncaknya dengan menghasilkan spesies yang baru.[4] Dan sebenarnya, kemiripan antara organisme yang satu dengan organisme yang lain mensugestikan bahwa semua spesies yang kita kenal berasal dari nenek moyang yang sama melalui proses divergen yang terjadi secara perlahan ini.[1]
Dokumentasi fakta-fakta terjadinya evolusi dilakukan oleh cabang biologi yang dinamakan biologi evolusioner. Cabang ini juga mengembangkan dan menguji teori-teori yang menjelaskan penyebab evolusi. Kajian catatan fosil dan keanekaragaman hayatiorganisme-organisme hidup telah meyakinkan para ilmuwan pada pertengahan abad ke-19 bahwa spesies berubah dari waktu ke waktu.[5][6] Namun, mekanisme yang mendorong perubahan ini tetap tidaklah jelas sampai pada publikasi tahun 1859 oleh Charles DarwinOn the Origin of Species yang menjelaskan dengan detail teori evolusi melalui seleksi alam.[7] Karya Darwin dengan segera diikuti oleh penerimaan teori evolusi dalam komunitas ilmiah.[8][9][10][11] Pada tahun 1930, teori seleksi alam Darwin digabungkan dengan teori pewarisan Mendel, membentuk sintesis evolusi modern,[12] yang menghubungkan satuan evolusi (gen) dengan mekanisme evolusi (seleksi alam). Kekuatan penjelasan dan prediksi teori ini mendorong riset yang secara terus menerus menimbulkan pertanyaan baru, di mana hal ini telah menjadi prinsip pusat biologi modern yang memberikan penjelasan secara lebih menyeluruh tentang keanekaragaman hayati di bumi.[9][10][13]
Meskipun teori evolusi selalu diasosiasikan dengan Charles Darwin, namun sebenarnya biologi evolusioner telah berakar sejak zaman Aristoteles. Namun demikian, Darwin adalah ilmuwan pertama yang mencetuskan teori evolusi yang telah banyak terbukti mapan menghadapi pengujian ilmiah. Sampai saat ini, teori Darwin mengenai evolusi yang terjadi karena seleksi alam dianggap oleh mayoritas komunitas sains sebagai teori terbaik dalam menjelaskan peristiwa evolusi.[14]
Pemikiran-pemikiran evolusi seperi nenek moyang bersama dan transmutasi spesies telah ada paling tidak sejak abad ke-6 SM ketika hal ini dijelaskan secara rinci oleh seorang filsuf Yunani, Anaximander.[15] Beberapa orang dengan pemikiran yang sama meliputi EmpedoklesLucretius, biologiawan Arab Al Jahiz,[16] filsuf Persia Ibnu MiskawaihIkhwan As-Shafa,[17] dan filsuf CinaZhuangzi.[18] Seiring dengan berkembangnya pengetahuan biologi pada abad ke-18, pemikiran evolusi mulai ditelusuri oleh beberapa filsuf seperti Pierre Maupertuis pada tahun 1745 dan Erasmus Darwin pada tahun 1796.[19] Pemikiran biologiawan Jean-Baptiste Lamarck tentang transmutasi spesies memiliki pengaruh yang luas. Charles Darwin merumuskan pemikiran seleksi alamnya pada tahun 1838 dan masih mengembangkan teorinya pada tahun 1858 ketika Alfred Russel Wallace mengirimkannya teori yang mirip dalam suratnya "Surat dari Ternate". Keduanya diajukan ke Linnean Society of London sebagai dua karya yang terpisah.[20] Pada akhir tahun 1859, publikasi Darwin, On the Origin of Species, menjelaskan seleksi alam secara mendetail dan memberikan bukti yang mendorong penerimaan luas evolusi dalam komunitas ilmiah.
Perdebatan mengenai mekanisme evolusi terus berlanjut, dan Darwin tidak dapat menjelaskan sumber variasi terwariskan yang diseleksi oleh seleksi alam. Seperti Lamarck, ia beranggapan bahwa orang tua mewariskan adaptasi yang diperolehnya selama hidupnya,[21] teori yang kemudian disebut sebagai Lamarckisme.[22] Pada tahun 1880-an, eksperimen August Weismannmengindikasikan bahwa perubahan ini tidak diwariskan, dan Lamarkisme berangsur-angsur ditinggalkan.[23][24] Selain itu, Darwin tidak dapat menjelaskan bagaimana sifat-sifat diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain. Pada tahun 1865, Gregor Mendel menemukan bahwa pewarisan sifat-sifat dapat diprediksi.[25] Ketika karya Mendel ditemukan kembali pada tahun 1900-an, ketidakcocokan atas laju evolusi yang diprediksi oleh genetikawan dan biometrikawan meretakkan hubungan model evolusi Mendel dan Darwin.
Walaupun demikian, adalah penemuan kembali karya Gregor Mendel mengenai genetika (yang tidak diketahui oleh Darwin dan Wallace) oleh Hugo de Vries dan lainnya pada awal 1900-an yang memberikan dorongan terhadap pemahaman bagaimana variasi terjadi pada sifat tumbuhan dan hewan. Seleksi alam menggunakan variasi tersebut untuk membentuk keanekaragaman sifat-sifat adaptasi yang terpantau pada organisme hidup. Walaupun Hugo de Vries dan genetikawan pada awalnya sangat kritis terhadap teori evolusi, penemuan kembali genetika dan riset selanjutnya pada akhirnya memberikan dasar yang kuat terhadap evolusi, bahkan lebih meyakinkan daripada ketika teori ini pertama kali diajukan.[26]
Kontradiksi antara teori evolusi Darwin melalui seleksi alam dengan karya Mendel disatukan pada tahun 1920-an dan 1930-an oleh biologiawan evolusi seperti J.B.S. HaldaneSewall Wright, dan terutama Ronald Fisher, yang menyusun dasar-dasar genetika populasi. Hasilnya adalah kombinasi evolusi melalui seleksi alam dengan pewarisan Mendel menjadi sintesis evolusi modern.[27]Pada tahun 1940-an, identifikasi DNA sebagai bahan genetika oleh Oswald Avery dkk. beserta publikasi struktur DNA oleh James Watson dan Francis Crick pada tahun 1953, memberikan dasar fisik pewarisan ini. Sejak saat itu, genetika dan biologi molekulermenjadi inti biologi evolusioner dan telah merevolusi filogenetika.[12]
Pada awal sejarahnya, biologiawan evolusioner utamanya berasal dari ilmuwan yang berorientasi pada bidang taksonomi. Seiring dengan berkembangnya sintesis evolusi modern, biologi evolusioner menarik lebih banyak ilmuwan dari bidang sains biologi lainnya.[12] Kajian biologi evolusioner masa kini melibatkan ilmuwan yang berkutat di bidang biokimiaekologigenetika, dan fisiologi. Konsep evolusi juga digunakan lebih lanjut pada bidang seperti psikologipengobatan,filosofi, dan ilmu komputer.

Evolusi organisme terjadi melalui perubahan pada sifat-sifat yang terwariskan. Warna mata pada manusia, sebagai contohnya, merupakan sifat-sifat yang terwariskan ini.[28] Sifat terwariskan dikontrol oleh gen dan keseluruhan gen dalam suatu genomorganisme disebut sebagai genotipe.[29]
Keseluruhan sifat-sifat yang terpantau pada perilaku dan struktur organisme disebut sebagai fenotipe. Sifat-sifat ini berasal dari interaksi genotipe dengan lingkungan.[30] Oleh karena itu, tidak setiap aspek fenotipe organisme diwariskan. Kulit berwarna gelap yang dihasilkan dari penjemuran matahari berasal dari interaksi antara genotipe seseorang dengan cahaya matahari; sehingga warna kulit gelap ini tidak akan diwarisi ke keturunan orang tersebut. Walaupun begitu, manusia memiliki respon yang berbeda terhadap cahaya matahari, dan ini diakibatkan oleh perbedaan pada genotipenya. Contohnya adalah individu dengan sifat albinoyang kulitnya tidak akan menggelap dan sangat sensitif terhadap sengatan matahari.[31]
Sifat-sifat terwariskan diwariskan antar generasi via DNA, sebuah molekul yang dapat menyimpan informasi genetika.[29] DNA merupakan sebuah polimer yang terdiri dari empat jenis basa nukleotida. Urutan basa pada molekul DNA tertentu menentukan informasi genetika. Bagian molekul DNA yang menentukan sebuah satuan fungsional disebut gen; gen yang berbeda mempunyai urutan basa yang berbeda. Dalam sel, unting DNA yang panjang berasosiasi dengan protein, membentuk struktur padat yang disebut kromosom. Lokasi spesifik pada sebuah kromosom dikenal sebagai lokus. Jika urutan DNA pada sebuah lokus bervariasi antar individu, bentuk berbeda pada urutan ini disebut sebagai alel. Urutan DNA dapat berubah melalui mutasi, menghasilkan alel yang baru. Jika mutasi terjadi pada gen, alel yang baru dapat memengaruhi sifat individu yang dikontrol oleh gen, menyebabkan perubahan fenotipe organisme. Walaupun demikian, manakala contoh ini menunjukkan bagaimana alel dan sifat bekerja pada beberapa kasus, kebanyakan sifat lebih kompleks dan dikontrol oleh interaksi banyak gen.[32][33]

Fenotipe suatu individu organisme dihasilkan dari genotipe dan pengaruh lingkungan organisme tersebut. Variasi fenotipe yang substansial pada sebuah populasi diakibatkan oleh perbedaan genotipenya.[33] Sintesis evolusioner modern mendefinisikan evolusi sebagai perubahan dari waktu ke waktu pada variasi genetika ini. Frekuensi alel tertentu akan berfluktuasi, menjadi lebih umum atau kurang umum relatif terhadap bentuk lain gen itu. Gaya dorong evolusioner bekerja dengan mendorong perubahan pada frekuensi alel ini ke satu arah atau lainnya. Variasi menghilang ketika sebuah alel mencapai titik fiksasi, yakni ketika ia menghilang dari suatu populasi ataupun ia telah menggantikan keseluruhan alel leluhur.[34]
Variasi berasal dari mutasi bahan genetika, migrasi antar populasi (aliran gen), dan perubahan susunan gen melalui reproduksi seksual. Variasi juga datang dari tukar ganti gen antara spesies yang berbeda; contohnya melalui transfer gen horizontal pada bakteria dan hibridisasi pada tanaman.[35] Walaupun terdapat variasi yang terjadi secara terus menerus melalui proses-proses ini, kebanyakan genom spesies adalah identik pada seluruh individu spesies tersebut.[36]Namun, bahkan perubahan kecil pada genotipe dapat mengakibatkan perubahan yang dramatis pada fenotipenya. Misalnya simpanse dan manusia hanya berbeda pada 5% genomnya.
info lbih lanjut silahkan ke (http://id.wikipedia.org/wiki/Evolusi) ^^